Kamis, 10 Februari 2011
Semuanya kembali pada individu masing-masing :P
Aduh, kita lama-lama diskusi hanya untuk mendapatkan kesimpulan semacam ini? Jadi buat apa kita berdiskusi?
Yap, entah sejak kapan saya mulai membenci “kata-kata bijak” ini, mungkin ketika
ikut konsultasi remaja waktu SMA dulu. Waktu itu kita membahas tentang “Kenakalan Remaja” yang kira-kira diskusinya hampir 2 (dua) jam dan hanya itu jawaban dari moderator… “Apa, Cuma itu?” hal pertama yang terbesit dalam hati saya. Kalau dibahas lebih mendalam “terus buat apa kita berdiskusi lama-lama hanya untuk menerima kesimpulan yang tidak menyatakan kesimpulan dan penyelesaian yang tegas?” sedangkan yang kita tau berdiskusi adalah mencari wawasan baru dan langkah baru untuk memahami dan menangani masalah tersebut. Namun ketika “semua kembali pada individu”… #^*&$^#@&$^ (cuape deh)
Kata-kata ini memang kedengaran/terbaca Indah dan bijak, namun hampa, Begitulah kesimpulan saya. Dan parahnya kata-kata ini umumnya diucapkan pula oleh orang yang “Bijak” (atau mungkin hanya pura-pura bijak karena kehabisan kata-kata?). serta, umumnya persoalan yang dibahas (hingga berujung pada “kembali pada individu” ini) adalah segala hal yang berhubungan dengan perilaku/atau tingkah laku dalam masyarakat. Mungkin karena ini masalah perilaku atau penyakit masyarakat di negeri kita tak pernah kunjung selesai, ya karena semuanya kembali pada individu, jadi ya urus diri masing-masing, Begitulah kira-kira maksud para pemimpin atau para ahli di negeri kita tercinta ini. kalau gak percaya silakan cek memori anda berapa kali anda pernah mendengar/membaca “kata bijak ini?.
Saya gak bermaksud mencela, tapi mari kita analisis lagi… buat para pembaca, berhenti bilang “kembali pada individu masing-masing” saat berdiskusi. Tunjukkan ketegasan tindakan dari hasil diskusi dan/atau masalah yang dibahas.
KESIMPULAN
Kembali pada cerita pada masa SMA di awal artikel, kenakalan remaja BUKAN terletak pada individu masing-masing, tapi KITA SEMUA…
1. Mereka (generasi muda/remaja) adalah wajah Indonesia di masa yang akan datang tentu saja kita semua takkan tega membiarkan generasi muda kita “mati konyol” atau berantakan, dan
2. Sifat buruk bukan terbuat tanpa sebab dan mari kita lihat contoh berikut:
“Lapar“ (sebab)”, ≪ takdir
“Ingin makan (akibat)”, ≪ naluri
“Ketika mencari makan susah/tidak ada” (sebab 2) ≪ lingkungan
“Pasrah = mati” (tindakan sebab 2) ≪ Pendidikan & motivasi
“Berjuang dengan cara yang baik” (tindakan sebab 2)≪ Pendidikan & motivasi
“Berjuang dengan cara yang salah” (tindakan sebab 2)≪ Pendidikan & motivasi
“Gagal” (sebab 3) ≪ Pendidikan & motivasi + kembali ke (tindakan sebab 2)
“Berhasil = Makan = hidup” (hasil tindakan sebab 2) ≪ Pendidikan & motivasi
Keterangan:
≪ = Faktor
(…) = Situasi
“…” = Masalah
+ = langkah selanjutnya
Begitulah kira-kira siklus hidup kita, anda bisa menambahkan atau mengganti isi dari <tanda kutip> itu dengan berbagai hal yang anda alami. Sepanjang yang saya tahu naluri manusia adalah bertahan hidup dan berkembang biak, (sisanya adalah seni :p ). Saya yakin kita tahu siapa yang bertanggung jawab pada masing-masing faktor itu. Tentu saja kita semua.
jadi, bagian mana yang “Kembali pada individu masing-masing”??
sekian dan terimakasih…
“Hidup itu ialah apa yang kita ciptakan sebelum kita mati”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar